Friday, April 6, 2007

TEKNOLOGI INFORMASI PADA JASA ASURANSI

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia asuransi khususnya dalam proses pelayanan. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pelayanan yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang pelayanan ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media jasa asuransi dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara pemasar dan konsumen tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Pemasar dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan konsumen. Demikian pula konsumen dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber peresentation” atau presentasi maya, yaitu proses komunikasi pemasaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-marketing yaitu satu model pelayanan dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-marketing merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pelayanan dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-marketing merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi informasi produk$, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pelayanan di balik paradigma pelayanan tradisional. Saat ini e-marketing telah berkembang dalam berbagai model pelayanan yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.


PELUANG BARU INDUSTRI JASA ASURANSI DALAM ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Isu standar dalam era digital adalah Teknologi Informasi (TI) sebagai main stream dalam perkembangan ekonomi dewasa ini. TI telah memberikan suatu peluang baru dalam dunia usaha. Dengan kata lain, melalui sebuah pertanyaan untuk apa ada teknologi informasi, jika tidak mampu menciptakan suatu kesempatan usaha, lapangan kerja dan meningkatkan income. Ini merupakan suatu bentuk pemikiran pragmatis dalam dunia perindustrian. Konsep selanjutnya adalah bagaimana pembentukan arah dan strategi serta kualifikasi untuk membangun industri teknologi informasi khususnya dalam dunia industri.
Dalam dunia perindustrian, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama manajemen resiko cukup penting untuk dipertimbangkan dalam menjalankan sebuah usaha (bisnis). Resiko merupakan aspek mendasar dalam dunia usaha. Resiko usaha dan ketidakpastian yang menimbulkan kerugian dapat terjadi tanpa dapat diprediksikan sebelumnya. Inilah alasan yang mendorong entrepeneur dan orang-orang yang bergerak dalam dunia usaha untuk mengasuransikan aset-aset yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. Selain itu pula dengan tujuan mencegah kerugian yang terlalu besar bila resiko dan berbagai bentuk ketidakpastian yang merugikan menimpanya. Dengan kebutuhan-kebutuhan di atas, berbagai produk asuransi kerugian saat ini telah banyak tersedia di pasaran guna mengurangi berbagai resiko seperti kebakaran, pencurian, gempa bumi, maupun banjir dan segala bentuk resiko lain.
Perkembangan era teknologi informasi saat ini, ditandai dengan berkembangnya teknologi komputer serta jaringan internet yang menyebabkan hampir sebagian besar bisnis yang dilakukan sehari-hari memanfaatkan kedua hal tersebut. Aktivitas bisnis saat ini mampu terkoneksi dari pelbagai penjuru dunia secara langsung dan memungkinkan dilakukannya transaksi secara real time. Dengan demikian, sistem baru dalam dunia usaha tampak jelas di depan mata. Namun tidak hanya sistem perekonomian baru yang dijumpai, tapi juga suatu bentuk resiko baru yang sebagian besar berkaitan dengan masalah keamanan dan privacy. Akibatnya dari perkembangan ini, resiko usaha menjadi semakin kompleks saja.
Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan.
Kejahatan dalam dunia internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial. Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan sasaran/obyek.
Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian peusahaan tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi.
Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak dalam (insider or outsider).
Bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan kemungkinan mencapai jutaan dollar AS.
Resiko-resiko baru sebagaimana digambarkan di atas merupakan suatu bentuk peluang baru industri asuransi. Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang muncul yang mampu menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi berdasar pasal 1 butir (2)
Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, adalah:
"benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya"
Dari batasan tersebut, resiko-resiko seputar sistem keamanan jaringan komputer dan internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal sebagai cyber insurance.
Cyber insurance sebagai suatu bentuk produk asuransi yang menutup resiko-resiko yang terkait dengan sistem keamanan jaringan komputer. Jaringan komputer yang terhubung dengan jaringan internet berimplikasi mendatangkan kerugian baik dikarenakan serangan hackers maupun virus. Fenomena baru inilah yang menjadi persoalan cyber insurance dalam dunia perasuransian dewasa ini. Bila kita lihat lebih jauh, cyber insurance yang mencakup lingkup komputasi dibagi menjadi 2 tipe, yaitu; tipe pertama berkaitan dengan first party or cyber property yang meliputi penutupan resiko kerugian akibat tindak kejahatan, pencurian, perusakan perangkat lunak (software) maupun database, rehabilitasi data, extortion, dan business interuption. Sedangkan, tipe kedua adalah berkaitan dengan third party or cyber liability yang meliputi pencemaran nama baik yang terkait dengan materi suatu website, pelanggaran hak cipta, hiperlinking liability, maupun contextual liability.
Saat ini, nilai premi yang dihasilkan cyber insurance memang tidak terlalu besar bila dibanding dengan sektor asuransi kerugian lain (tradisional). Namun diprediksikan laju pertumbuhan sektor cyber insurance akan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan usaha yang memanfaatkan teknologi informasi semakin meningkat.

Meskipun memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan, namun tidak mudah bagi perusahaan asuransi untuk menerjemahkan kerugian yang akan muncul dalam e-business. Dengan kata lain tidak semua perusahaan asuransi dapat bergerak dalam bisnis cyber insurance.
Beberapa cyber insurance yang tersedia dan cukup terkenal saat ini antara lain AIG, Marsh, dan St. Paul. Ketiga perusahaan asuransi tersebut telah menawarkan penutupan resiko pemanfaatan teknologi informasi. Misalnya AIG dengan polisnya yang disebut dnegan ProTech Technology Liability Insurance, St. Paul dengan polis Cybertech + liability. Selain itu ada pula perusahaan reasuransi terkemuka yang memberikan perlindungan terhadap resiko internet seperti Munich Re dan Swiss Re.
Resiko asuransi yang harus ditanggung perusahaan asuransi tersebut tergolong tinggi, jadi wajar bila premi yang mesti dibayar tertanggung relatif besar. Selain itu juga adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi tertanggung antara lain manajemen jaringan komputer yang harus dilengkapi dengan penerapan sistem keamanan seperti firewall, maupun penggunaan teknik enkripsi yang memadai. Perusahaan asuransi Lloyd of London, misalnya, dengan polis Computer Information and Data Security Insurance dan E-Comprehensive, mengenakan premi cyber insurance sebesar US$ 20.000 hingga US$ 75.000 untuk penutupan resiko US$ 1 juta hingga US$ 10 juta.
Di Indonesia sendiri belum menjadi suatu yang fenomenal bagi suatu perusahaan asuransi untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk cyber insurance. Hal ini karena kurangnya dorongan kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan rendah atau bahkan kurangnya tingkat permintaan masyarakat di bidang ini. Namun diprediksikan dalam rentang waktu yang relatif singkat permintaan untuk proteksi cyber insurance di Indonesia akan meningkat dan terdapat kecenderungan akan semakin berkembang. Siapkah dunia asuransi kita dalam menyikapi perkembangan cyber insurance?


Link Referensi :
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=teknologi+informasi+asuransi&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=cr%3DcountryID

2 comments:

olianatabata said...

Pune - Pune - Aji Titanium Art - TITANIA ART - TITNIA
Pune: titanium glasses frames - Aji Titanium Art. Art in the Arts & Design Museum at TITNIA Arts & seiko titanium watch Design Museum, titanium forging Pune. Rating: 3.3 revlon titanium max edition · ‎35 babyliss pro titanium reviews · ‎$7.99 · ‎In stock

sheneth said...

cu159 Cheap Jerseys china,cheap nfl jerseys,nfl shop,Cheap Jerseys from china,cheap nfl jerseys,wholesale nfl jerseys,nfl shop,Cheap Jerseys from china,jordans for sale yh195