Friday, April 6, 2007

Pola Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) di Wilayah Kota Bogor dengan Memanfaatkan ICT

1. Pendahuluan
Sejak krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997 dan masih berdampak pada perekonomian Indonesia yang masih melemah sampai sekarang, hal ini diindikasikan dengan turunya nilai mata uang rupiah secara berfluktuatif. Pada sisi lain tantangan era globalisasi AFTA (Asean Free Trade Area) tahun 2003 dan rencana otonomi daerah semakin dekat, sehingga penanganannya menjadi sangat crusial dan menuntut pemerintah Indonesia sebagai negara berkembang untuk mengembangkan dan memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya yang dimiliki, terutama propinsi-propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya yang cukup memadai.
Propinsi Jawa Barat yang memberikan kontribusi terhadap PDB (Product Domestic Bruto) Nasional mencapai sekitar 33,71% sebagian besar dari sektor industri dan 15,72 % dari sektor perdagangan, memiliki potensi perkembangan perekonomian yang cukup besar dengan potensi alam yang sangat kaya dan beragam (SDA), potensi sumber daya manusia (SDM) yang cukup banyak, dan ditunjang oleh fasilitas infrastruktur dasar yang cukup memadai, serta keberadaan geografis yang cukup dekat dengan Ibukota Negara, sehingga kondisi tersebut menjadikan faktor keunggulan komparatif yang memiliki modal dasar bagi kegiatan sektor industri dan perdagangan (RENSTRA,2002).
Potensi sektor industri di Jawa Barat sampai dengan tahun 2000 secara kumulatif telah mencapai 186.215 perusahaan, yang terdiri dari Industri Besar (IB) 3.967 unit usaha perusahaan dan Industri Kecil Menengah (IKM) 182.248 unit usaha perusahaan. Investasi yang tertanam sebesar Rp. 76.909.112,49 (dalam juta), dengan rincian Industri Besar (IB) sebesar Rp. 70.230.861,89 (dalam juta) dan Industri Kecil Menengah (IKM) sebesar Rp. 6.678.250,60 (dalam juta). Sedangkan tenaga kerja yang terserap sebanyak 3.346.863 orang, dari jumlah tersebut Industri Besar menyerap sebanyak 1.326.769 orang, Industri Kecil sebanyak 1.020.094 orang.
Terdapat 22 Kabupaten Kota di Jawa Barat yang memiliki potensi sumber daya yang belum termanfaatkan dan dapat memberikan kontribusi yang berarti pada pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Dari 22 Kabupaten Kota tersebut, Kota Bogor memiliki daya tarik industri yang cukup tinggi dibandingkan dengan 22 Kabupaten/Kota yang lainnya, karena dilihat dari letak geografis, Kota Bogor relatif dekat dengan Ibu Kota Jakarta dan salah satu yang dilalui oleh jalan utama lalulintas kunjungan ke Kota lainnya di Jawa Barat.
Potensi Industri Kecil menengah (IKM) Kota Bogor sangat berperan di dalam kegiatan perekonomian masyarakat saat ini dari pada Industri Besar (IB), apalagi bila dikaitkan dengan perannya selama masa krisis yaitu berfungsi sebagai penyangga terhadap ketahanan perekonomian masyarakat dan bahkan berfungsi juga sebagai ketahanan sosial, karena melalui keberadaan IKM inilah banyak harapan dibebankan terutama dalam masalah kegiatan perekonomian, khususnya sebagai sumber pendapatan.
Dalam usaha mengembangkan potensi Industri Kecil Menengah (IKM) pada masa mendatang, pemerintah menyusun kebijakan dan program yang antara lain (1) mengembangkan industri penghasil bahan baku/ penolong/ barang modal serta industri komponen, (2) meningkatkan keterkaitan dengan kemitraan usaha antar sector industri, (3) meningkatkan penguasaan teknologi, (4) meningkatkan kerjasama aparatur pemerintah dengan pelaku usaha/ asosiasi bisnis, (5) meningkatkan utilisasi dengan menerapkan skala prioritas kapasitas produksi, (6) pembinaan dan pengembangan IKM melalui model kemitraan dan pengembangan komoditi unggulan, (7) Penguatan usaha IKM melalui pembinaan dan pengembangan layanan terpadu, (8) Peningkatan pembinaan secara terpadu dan pengembangan usaha IKM, dan (9) dukungan dan nfasilitas peningkatan, penguatan peran masyarakat/ lembaga swasta/ professional untuk berperan aktif dalam pembinaan dan pengembangan IKM. Inti dari kebijakan dan program pemerintah tersebut adalah membentuk jaringan produksi, jaringan pembina, dan jaringan pasar.
Dalam perkembangan bisnis masa lalu, cenderung adanya kontradiktif, yaitu disatu fihak memiliki sumber daya (resources) yang cukup memadai, tetapi masih terhambat dalam mewujudkan keunggulan bersaing, hanya terbatas pada keunggulan komparatif atau dengan kata lain IKM masih berbasis pada sumber daya (resources base). Sedangkan di lain fihak lingkungan usaha eksternal mengalami perubahan yang demikian cepat, sehingga yang berbasis sumber daya (resources base) cenderung kurang bisa mengikuti tuntutan eksternal.
Menyadari akan hal tersebut, dewasa ini terdapat kebutuhan yang mendesak, untuk mengidentifikasi IKM yang tidak saja berbasis sumber daya (resources base), tetapi lebih penting adalah untuk melihat prospek ke depan khususnya mengenai pasar.
Dewasa ini pengembangan potensi IKM belum optimal dalam memadukan potensi sumber daya dengan tuntutan pasar (integrated base management), karena itu terasa kebutuhan untuk melakukan pemetaan mengenai IKM unggulan dalam arti tidak saja memiliki keunggulan komparatif, tetapi juga memiliki keunggulan kompetitif ditinjau dari usaha unggulan maupun pengusaha andalan, sebagai penjabaran dari RENSTRA, yaitu membentuk jaringan produksi, jaringan pembina, dan jaringan pasar yang akhirnya akan membentuk perluasan pasar.
Implementasi program dan kebijakan pemerintah tahun 2003 yang dijabarkan dalam RENSTRA tahun 2002 harus konkrit sebagai action plan yang didasari pada pemetaan usaha IKM unggulan dan pengusaha Andalan sebagai masukkan untuk membentuk jaringan produksi, jaringam pembina, dan jaringan pasar.
Berdasarkan kondisi di atas, potensi IKM yang ada di Kota Bogor khususnya perlu dikelola dengan efektif dan efesien, supaya secara nyata dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat Kota Bogor pada khususnya dan menunjang kesejahteraan Nasonal pada umumnya, maka pemerintah dan dunia usaha harus memfasilitasi suatu program kegiatan dalam bentuk pola pembinaan dan pengembangan IKM Kota Bogor, tetapi di sisi lain pola pembinaan dan pengembangan IKM masih sangat sulit, karena belum dimilikinya blueprint pembinaan IKM untuk kurun waktu 2002 s/d 2007 yang mencakup informasi mengenai berbagai komoditi unggulan (dilihat secara komparatif dan kompetitif) dan siapa pengusaha yang diandalkan (player), sehingga pola pembinaan dan pengembangan IKM menjadi tidak tepat sasaran dan tidak dapat diukur berhasil atau tidaknya kegiatan pembinaan tersebut yang akhirnya akan mempersulit action plan sebagai mana yang dijabarkan dalam rencana strategi (RENSTRA) untuk lima tahun ke depan.
Berdasarkan penomena di atas, maka pemerintah yang dipelopori oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan propinsi Kota Bogor melakukan pertemuan (semiloka) dengan berbagai pihak yang telah dan akan terlibat dalam kegiatan pembinaan dan pengembangan Industri Kecil Menengah. Dari semiloka tersebut diperoleh gambaran nyata dan menyeluruh tentang kondisi IKM baik dilihat dari sudut potensinya maupun dari permasalahannya, informasi ini sangat diperlukan supaya program yang akan diberikan tepat sasaran serta sesuai harapan pengusaha. Atas dasar informasi yang didapat dari hasil perumusan, maka dilanjutkan pemetaan terhadap profil pengusaha andalan dan komoditi unggulan yang akan dibahas secara rinci dalam penelitian ini.
Karena itu perlu diadakan penelitian mengenai stratifikasi kondisi IKM sesuai dengan kondisi nyata usaha dan para pengusahanya, baik potensi maupun permasalahnya, sehingga bentuk penanganan masalahnya dapat disesuaikan dengan harapan pengusaha, yaitu ditetapkannya usaha unggulan dan pengusaha andalan yang nantinya akan dapat memberikan arah terhadap prioritas program yang sangat mendesak (crusial) dan sangat penting (importance) dengan penjadwalan yang terencana disesuaikan berdasarkan rencana strategi (RENSTRA) untuk kurun waktu selama 5 (lima) tahun.

2. Tujuan dan Ruang Lingkup
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini :
Menentukan karakteristik pembina IKM pada berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta di dalam rangka melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap IKM sesuai dengan harapan pengusaha.


3. Karakteristik Pembina IKM di Kota Bogor

Pada umumnya pembinaan yang dilakukan masih kurang dapat memenuhi harapan pengusaha, terutama pembinaan yang dilakukan oleh LSM, Lembaga Keuangan, dan Pemerintah. Sebagian besar pengusaha IKM mengharapkan pembinaan yang berkesinambungan dan terarah yang meliputi :
1. Dalam perencanaan,
Mengarahkan dalam menyusun rencana usaha
Mengarahkan dalam menyusun strategi usaha
Mengarahkan ide-ide
2. Dalam proses pengembangan,
Mengarahkan dalam menciptakan komoditi baru
Mengarahkan dalam pengadaan dan penerapan teknologi baru
3. Dalam permodalan,
1. Mengarahkan akses permodalan
2. Mengarahkan pinjaman lunak
3. Mengarahkan modal secara cuma-cuma dengan pengawasan khusus
4. Dalam pemasaran,
Mengarahkan analisis pasar
Mengarahkan akses pada konsumen
Mengarahkan dalam kegiatan promosi
Mengarahkan kerjasama dengan pihak lain, seperti pemasok, distributor, pengusaha yang sama dll.
Sedangkan pembinaan yang dilakukan oleh para pembina sebagian besar mengarah pada aspek produksi.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang paling banyak memberikan pembinaan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pembinaan yang dilakukan sebagaimana yang terlihat pada gambar 1.


Gambar 1.
Aspek-aspek Pembinaan IKM di Kota Bogor Berdasarkan Kinerja Pembina dan Harapan Pengusaha
(Lembaga Swadaya Masyarakat)
HARAPAN PENGUSAHA
9
6
3
1
6
3
1
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
1
2
3
4
5
K
I
N
E
R
J
A


P
E
M
B
I
N
A
















Keterangan :
1. 1. Aspek Produksi 2. Aspek Keuangan
2. 3. Aspek Sumber Daya Manusia 4. Aspek Pemasaran
3. 5. Aspek Penelitian dan pengembangan

Berdasarkan gambar 1 di atas, pembinaan yang dilakukan oleh LSM yang memiliki kinerja cukup baik dan hampir sesuai dengan harapan para pengusaha adalah pada aspek produksi. Sedangkan aspek sumber daya manusia sudah sesuai dengan harapan para pengusaha walaupun kinerja pembinaannya dinilai sedang.
Pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan termasuk perbankan lebih dititik beratkan pada aspek keuangan, sebagaimana yang terlihat pada gambar 2.

Gambar 2.
Aspek-aspek Pembinaan IKM di Kota Bogor Berdasarkan Kinerja Pembina dan Harapan Pengusaha
(Lembaga Keuangan)
HARAPAN PENGUSAHA
9
6
3
1
6
3
1
K
I
N
E
R
J
A


P
E
M
B
I
N
A



Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
1
2
3
4
5














Keterangan :
1. Aspek Produksi 2. Aspek Keuangan 3. Aspek Sumber Daya Manusia
4. Aspek Pemasaran 5. Aspek Penelitian dan pengembangan



Gambar 3.
Aspek-aspek Pembinaan IKM di Kota Bogor Berdasarkan Kinerja Pembina dan Harapan Pengusaha
(Dinas Perindustrian dan Perdagangan)

HARAPAN PENGUSAHA
9
6
3
1
6
3
1
K
I
N
E
R
J
A


P
E
M
B
I
N
A



Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
1
2
3
4
5














Keterangan :
1. Aspek Produksi 2. Aspek Keuangan 3. Aspek Sumber Daya Manusia
4. Aspek Pemasaran 5. Aspek Penelitian dan pengembangan



Gambar 4.
Aspek-aspek Pembinaan IKM di Kota Bogor Berdasarkan Kinerja Pembina dan Harapan Pengusaha
(Instansi Pemerintah Lainnya)

HARAPAN PENGUSAHA
9
6
3
1
6
3
1
K
I
N
E
R
J
A


P
E
M
B
I
N
A



Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
1
2
3
4
5














Keterangan :
1. Aspek Produksi 2. Aspek Keuangan 3. Aspek Sumber Daya Manusia
4. Aspek Pemasaran 5. Aspek Penelitian dan pengembangan



4. Kesimpulan
Pada umumnya pembinaan yang dilakukan masih kurang dapat memenuhi harapan pengusaha, terutama pembinaan yang dilakukan oleh LSM, Lembaga Keuangan, dan Pemerintah. Sebagian besar pengusaha IKM mengharapkan pembinaan yang berkesinambungan dan terarah yang meliputi :
Dalam perencanaan,
Mengarahkan dalam menyusun rencana usaha
Mengarahkan dalam menyusun strategi usaha
Mengarahkan ide-ide
Dalam proses pengembangan,
Mengarahkan dalam menciptakan komoditi baru
Mengarahkan dalam pengadaan dan penerapan teknologi baru
Dalam permodalan,
4. Mengarahkan akses permodalan
5. Mengarahkan pinjaman lunak
6. Mengarahkan modal secara cuma-cuma dengan pengawasan khusus
Dalam pemasaran,
Mengarahkan analisis pasar
Mengarahkan akses pada konsumen
Mengarahkan dalam kegiatan promosi
Mengarahkan kerjasama dengan pihak lain, seperti pemasok, distributor, pengusaha yang sama dll.
Sedangkan pembinaan yang dilakukan oleh para pembina sebagian besar mengarah pada aspek produksi/ teknis.









DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. 2001. Strategic Market Management. Sixth Edition, John Willey & Sons, Inc., New York.

Ahmed, Pervaiz K and Mohammad Rafiq. 2002. Internal Marketing : Tools and Concept for Customer-Focused Management. Butterworth Heinemann., Oxford.

Barlow, Janelle and Dianna Maul. 2000. Emotional Value : Creating Strong Bonds with Your Customers. Berrett-Koehler Publishers,Inc., San Francisco.

Bendell, Tony, Louise Boulter, dan John Kelly. 1995. Benchmarking for Competitive Advantage. Pitman Publishing Inc., London.

Bergeron, Bryan. 2002. Essentials of CRM : A guide to Customer Relationship Management. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Brown, Stanley A. 2000. Customer Relationship Management : A Strategic Imperative in The World of e-Business. Interrobang Graphic Design Inc., Canada.

Colley, John L, Jacqueline L Doyle and Robert D Hardie. 2001. Corporate Strategy. The McGraw-Hill Executive MBA Series., New York.

Cravens, David W and Nigel F. Pierly. 2003. Strategic Marketing. McGraw-Hill., Boston.

Cook, Michelle and Curtis Cook. 2000. Competitive Intelligence. Great Britian by Bell & Bain Ltd, Glasgow., London.

D’Aveni, Richard A. dan Robert Gunther, 1995. Hypercompetitive Rivalries: Competing In Highly Dynanic Environments. The Free Press., New York.

Day, George S. 1999. Market Driven Strategy : Processes for Creating Value. The Free Press., New York.

Fitzsimmons, James A and Mona J. Fitzsimmons. 1994. Service Management for Competitive Advantage. McGraw-Hill International Editions., New York.

Gordon, Ian H. 2002. Competitor Targeting : Winning the Battle for Market and Customer Share. John Wiley & Sons., Canada.

Griffin & Lowenstein. 2001. Customer Winback: How to Recapture Lost Costomers and Keep Them Loyal.Jossey-Bass A Willey Company San Francisco

Greenberg, Paul. 2002. CRM : Capturing and Keeping Customers in Internet Real Time. Second Edition, McGraw-Hill., New York.

Gummesson, Evert. 1999. Total Relationship Marketing : Rethinking Marketing Mangement: From 4Ps to 30Rs. Butterworth Heinemann.,Oxford.

Heskett, James L, W. Earl Sasser, Jr, and Leonard A. Schlesinger. 1997. The Service Profit Chain : How Leading Companies Link Profit ang Growth to Loyalty, Satisfaction, and Value. The Free Press., New York.

Hitt, Michael A., R. Duane Ireland and Robert E. Hoskisson. 2001. Strategic Management : Competitive and Globalization. Fourth Edition, South-Western Publishing., USA.

Horovitz, Jacques. 2000. Seven Secrets of Service Strategy. Prentice-Hall., Harlow., England.

Kotler, Philip and Karen F.A. Fox. 1995. Strategic Marketing for Educational Institutions. Second Edition, Prentice Hall, Inc., New Jersey.

_______dan Gary Armstrong. 2001. Principle of Marketing. Ninth Edition, Prentice Hall International, Inc., New Jersey.

___________. 2000. Marketing Management. Millenium Edition, Prentice Hall International, Inc., New Jersey.


Lovelock, Christopher and Lauren Wright. 2002. Principles of Service Marketing and Management. Second Edition, Prentice Hall.,New Jersey.

__________________, Jochen Writz, and Hean Tat Keh. 2002. Service Marketing and Management. Prentice-Hall., Singapore.

Minett, Steve. 2002. B2B Marketing : A Radically Different Approach for Business to Business Marketers. Prentice-Hall., London.

Pollard, Andrew. 1999. Competitor Intelligence : Strategy, Tools, and Technique for Competitive Advantage. Pitman Publishing., London.

Porter, Michael E. 1993. Competitive Strategy : Techniques for Analyzing Industrial and Competitors. The Free Press, A Division of Macmillan,Inc., New York.

Schonberger, Richard J. 1990. Building Achain of Customers : Linking Business Functions to Create The World Class Company. The Free Press, A Division of Macmillan, Inc., New York.

Storbacka, Kaj and Jarmo R. Lehtinen. 2001. Customer Relationship Management. Mc.Graw Hill Education., Singapore.

Sucherly. 1996. Strategi Pemasaran dalam Industri Kayu Gergajian dan Pengaruhnya Terhadap Penjualan. Disertasi S3-UNPAD., Bogor.

________. 2003. Survey House Style PT. Telkom Indonesia Divre III. P3B-Unpad., Bogor.

________.2002. Customer Satisfaction Survey and Loyalty PT. TELKOM Divre III. P3B-Unpad., Bogor.

_________.2002. Customer Profile dan Behavior Jasa SLI-008 PT. Satelit Palapa Indonesia. P3B-Unpad., Bogor.

_________.2002. Customer Satisfaction and Loyalty Survey PT. Bank Jabar. P3B-Unpad. Bogor.

_________.2002. Pemetaan Komoditi Industri Kecil Menengah Unggulan dan Pengusaha Andalan di Propinsi Jawa Barat. P3B-Unpad., Bogor.

_________.1999. Penelitian Kapabilitas Organisasi di Badan Pemeriksa Keuangan. P3B-Unpad., Bogor.

Swift, Ronald S. 2001. Accelerating Customer Relationships : Using CRM and Relationship Technologies. Prentice Hall PTR, Upper Saddle River., London.

Wheelen, Thomas L. d J. Hunger. 2000. Strategic Management : Business Policy. Prentice Hall International., New Jersey.

ASPEK-ASPEK INTERNAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN MUTU PEMB

Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.

Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting:The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "cyber classroom" atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.
Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.

Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan yaitu :

Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Lingkungan
Berpusat pada guru
Berpusat pada siswa
Aktivitas kelas
Guru sebagai sentral dan bersifat didaktis
Siswa sebagai sentral dan bersifat interaktif
Peran guru
Menyampaikan fakta-fakta, guru sebagai akhli
Kolaboratif, kadang-kadang siswa sebagai akhli
Penekanan pengajaran
Mengingat fakta-fakta
Hubungan antara informasi dan temuan
Konsep pengetahuan
Akumujlasi fakta secara kuantitas
Transformasi fakta-fakta
Penampilan keberhasilan
Penilaian acuan norma
Kuantitas pemahaman , penilaian acuan patokan
Penilaian
Soal-soal pilihan berganda
Protofolio, pemecahan masalah, dan penampilan
Penggunaan teknologi
Latihan dan praktek
Komunikasi, akses, kolaborasi, ekspresi


Kreativitas dan kemandirian belajar

Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi yang dimilikinya..
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.


Peran guru

Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.

Link Referensi :

http://www.google.co.id/search?hl=id&q=teknologi+informasi+pendidikan&btnG=Telusuri&meta=cr%3DcountryID

http://www.google.co.id/search?hl=id&q=pengertian+dan+manfaat+software&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=cr%3DcountryID

http://www.google.co.id/search?hl=id&q=brainware&btnG=Telusuri&meta=cr%3DcountryID

TEKNOLOGI INFORMASI PADA JASA ASURANSI

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia asuransi khususnya dalam proses pelayanan. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pelayanan yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang pelayanan ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media jasa asuransi dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara pemasar dan konsumen tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Pemasar dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan konsumen. Demikian pula konsumen dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber peresentation” atau presentasi maya, yaitu proses komunikasi pemasaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-marketing yaitu satu model pelayanan dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-marketing merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pelayanan dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-marketing merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi informasi produk$, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pelayanan di balik paradigma pelayanan tradisional. Saat ini e-marketing telah berkembang dalam berbagai model pelayanan yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.


PELUANG BARU INDUSTRI JASA ASURANSI DALAM ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Isu standar dalam era digital adalah Teknologi Informasi (TI) sebagai main stream dalam perkembangan ekonomi dewasa ini. TI telah memberikan suatu peluang baru dalam dunia usaha. Dengan kata lain, melalui sebuah pertanyaan untuk apa ada teknologi informasi, jika tidak mampu menciptakan suatu kesempatan usaha, lapangan kerja dan meningkatkan income. Ini merupakan suatu bentuk pemikiran pragmatis dalam dunia perindustrian. Konsep selanjutnya adalah bagaimana pembentukan arah dan strategi serta kualifikasi untuk membangun industri teknologi informasi khususnya dalam dunia industri.
Dalam dunia perindustrian, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama manajemen resiko cukup penting untuk dipertimbangkan dalam menjalankan sebuah usaha (bisnis). Resiko merupakan aspek mendasar dalam dunia usaha. Resiko usaha dan ketidakpastian yang menimbulkan kerugian dapat terjadi tanpa dapat diprediksikan sebelumnya. Inilah alasan yang mendorong entrepeneur dan orang-orang yang bergerak dalam dunia usaha untuk mengasuransikan aset-aset yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. Selain itu pula dengan tujuan mencegah kerugian yang terlalu besar bila resiko dan berbagai bentuk ketidakpastian yang merugikan menimpanya. Dengan kebutuhan-kebutuhan di atas, berbagai produk asuransi kerugian saat ini telah banyak tersedia di pasaran guna mengurangi berbagai resiko seperti kebakaran, pencurian, gempa bumi, maupun banjir dan segala bentuk resiko lain.
Perkembangan era teknologi informasi saat ini, ditandai dengan berkembangnya teknologi komputer serta jaringan internet yang menyebabkan hampir sebagian besar bisnis yang dilakukan sehari-hari memanfaatkan kedua hal tersebut. Aktivitas bisnis saat ini mampu terkoneksi dari pelbagai penjuru dunia secara langsung dan memungkinkan dilakukannya transaksi secara real time. Dengan demikian, sistem baru dalam dunia usaha tampak jelas di depan mata. Namun tidak hanya sistem perekonomian baru yang dijumpai, tapi juga suatu bentuk resiko baru yang sebagian besar berkaitan dengan masalah keamanan dan privacy. Akibatnya dari perkembangan ini, resiko usaha menjadi semakin kompleks saja.
Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan.
Kejahatan dalam dunia internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial. Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan sasaran/obyek.
Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian peusahaan tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi.
Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak dalam (insider or outsider).
Bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan kemungkinan mencapai jutaan dollar AS.
Resiko-resiko baru sebagaimana digambarkan di atas merupakan suatu bentuk peluang baru industri asuransi. Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang muncul yang mampu menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi berdasar pasal 1 butir (2)
Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, adalah:
"benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya"
Dari batasan tersebut, resiko-resiko seputar sistem keamanan jaringan komputer dan internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal sebagai cyber insurance.
Cyber insurance sebagai suatu bentuk produk asuransi yang menutup resiko-resiko yang terkait dengan sistem keamanan jaringan komputer. Jaringan komputer yang terhubung dengan jaringan internet berimplikasi mendatangkan kerugian baik dikarenakan serangan hackers maupun virus. Fenomena baru inilah yang menjadi persoalan cyber insurance dalam dunia perasuransian dewasa ini. Bila kita lihat lebih jauh, cyber insurance yang mencakup lingkup komputasi dibagi menjadi 2 tipe, yaitu; tipe pertama berkaitan dengan first party or cyber property yang meliputi penutupan resiko kerugian akibat tindak kejahatan, pencurian, perusakan perangkat lunak (software) maupun database, rehabilitasi data, extortion, dan business interuption. Sedangkan, tipe kedua adalah berkaitan dengan third party or cyber liability yang meliputi pencemaran nama baik yang terkait dengan materi suatu website, pelanggaran hak cipta, hiperlinking liability, maupun contextual liability.
Saat ini, nilai premi yang dihasilkan cyber insurance memang tidak terlalu besar bila dibanding dengan sektor asuransi kerugian lain (tradisional). Namun diprediksikan laju pertumbuhan sektor cyber insurance akan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan usaha yang memanfaatkan teknologi informasi semakin meningkat.

Meskipun memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan, namun tidak mudah bagi perusahaan asuransi untuk menerjemahkan kerugian yang akan muncul dalam e-business. Dengan kata lain tidak semua perusahaan asuransi dapat bergerak dalam bisnis cyber insurance.
Beberapa cyber insurance yang tersedia dan cukup terkenal saat ini antara lain AIG, Marsh, dan St. Paul. Ketiga perusahaan asuransi tersebut telah menawarkan penutupan resiko pemanfaatan teknologi informasi. Misalnya AIG dengan polisnya yang disebut dnegan ProTech Technology Liability Insurance, St. Paul dengan polis Cybertech + liability. Selain itu ada pula perusahaan reasuransi terkemuka yang memberikan perlindungan terhadap resiko internet seperti Munich Re dan Swiss Re.
Resiko asuransi yang harus ditanggung perusahaan asuransi tersebut tergolong tinggi, jadi wajar bila premi yang mesti dibayar tertanggung relatif besar. Selain itu juga adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi tertanggung antara lain manajemen jaringan komputer yang harus dilengkapi dengan penerapan sistem keamanan seperti firewall, maupun penggunaan teknik enkripsi yang memadai. Perusahaan asuransi Lloyd of London, misalnya, dengan polis Computer Information and Data Security Insurance dan E-Comprehensive, mengenakan premi cyber insurance sebesar US$ 20.000 hingga US$ 75.000 untuk penutupan resiko US$ 1 juta hingga US$ 10 juta.
Di Indonesia sendiri belum menjadi suatu yang fenomenal bagi suatu perusahaan asuransi untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk cyber insurance. Hal ini karena kurangnya dorongan kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan rendah atau bahkan kurangnya tingkat permintaan masyarakat di bidang ini. Namun diprediksikan dalam rentang waktu yang relatif singkat permintaan untuk proteksi cyber insurance di Indonesia akan meningkat dan terdapat kecenderungan akan semakin berkembang. Siapkah dunia asuransi kita dalam menyikapi perkembangan cyber insurance?


Link Referensi :
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=teknologi+informasi+asuransi&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=cr%3DcountryID